Inang

Posted: Maret 20, 2012 in Uncategorized

Berhubung saya orang Batak, saya mencoba mengamati beberapa perlakuan “khas” yang dilakukan kepada ibu. Khas karena saya melihat perlakuan ini seolah-olah mendsikrimasi kedudukan ibu. inang dalam bahasa Batak dalah ibu. Sebenarnya definisi KBBI juga mendeskripsikan ibu, yakni “perempuan yg merawat (menyusui dsb) anak tuan-nya (spt anak raja atau anak pembesar)”.  Yang membuat saya lebih “ngeh” tentang definisi inang adalah pengertiannya secara biologis yakni organisme yang menampung virus, parasit, partner mutualisme, atau partner komensalisme, umumnya dengan menyediakan makanan dan tempat berlindung.  Berarti pemikiran awamnya, ibu, yang adalah sosok perempuan, makhluk hidup/organisme, yang akan selalu menjadi tempat berlindungan, mau itu anaknya bersikap seperti virus atau parasit yang hanya menyusahkan, durhaka.

Sejak awal, masyarakat kita, apalagi kaum Batak sangat kental dengan budaya patrilineal, jadi tak heran perempuan, termasuk sosok ibu, seolah “warga kelas dua” baik dalam keluarga maupun kehidupan sosial. Bukannya sok mau jadi aliran feminis, tapi harus kita akui kadang-kadang kita suka lupa bagaimana memperlakukan sosok ibu. Dan, bukan berarti saya meminta Anda sejenak untuk meluapakan sosok ayah, hanya saja surga di telapak kaki ibu, bukan telapak kaki ayah (hahahaha, santai omm). Karena ibu adalah perempuan, kata perempuan berasal dari puan, yang berarti mulia, yang harus dihormati dan diperlakukan dengan hormat.  Memang ibu tidak gila hormat, tapi tak ada salahnya tunjukkan rasa hormat pada ibu.  Sebelum ia meninggalkan kita, karena tak ada artinya penghormatan setelah dia tiada.

Meski saya tahu, mereka melakukannya dengan ikhlas, hanya saja menurut saya itu seolah-olah meletakkan ibu sebagai kaum kedua. Misalnya, dalam hal sederhana saja, kebiasaan makan orang Btaak yang masih sering saya jumpai. Si ayah atau anak laki-laki mendapat porsi yang tidak hanya lebih banyak, tapi dapat bagian yang paling empuk, sementara perempuan atau ibu dapat bagian yang biasa-biasa saja. lagi-lagi, inang tak akan keberatan dengan itu. Mengapa kita tidak mencoba memberi porsi atau bagian yang terbaik buatnya.

Atau kebiasaan mengutarakan pendapat, perempuan atau ibu hanyalah pemberi warna saja.  Padahal topik atau masalah yang dihadapi krusial, keterlibatan ibu  tidak berimbang. Tetap saja keputusan utama ada di tangan laki-laki.  Di mana anak sekolah, keputusan membeli rumah, sampai urusan menikahkan anak. Padahal ujung-ujungnya, ketika ada masalah/hambatan/tantangan baru yang muncul di tengah-tengah itu, sering terlontar dari mulut kaum pria,” itu kan tanggung jawabmu, bagaimana ini, kan kau mamaknya?”. padahal dalam pengambilan keputusan, suaranya seolah tak berguna. Tapi, tetap saja, karena ia adalah inang, seberat apa pun masalah yang datang, dengan segenap tenanganya ia akan memberikan penyelesaian yang terbaik. Meski menguras tenaga dan mental.

JAdi, nggak usah tunggu hari ibu atau hari perempuan internasional untuk memberi penghormatan pada ibu.  Sederhana untuk menghormatinya.

Tinggalkan komentar